Guru Ponpes Maros Cabuli Santri Modus Setor Hafalan, Polisi Ungkap Ada 20 Korban
Guru Ponpes Maros – Kasus pencabulan yang dilakukan oleh seorang oknum guru pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, menggemparkan masyarakat. Pria berinisial AG (30) tersebut diduga melakukan tindakan bejatnya dengan modus meminta santriwati menyetor hafalan Al-Quran di tempat dan waktu yang tidak semestinya. Mirisnya, berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian, jumlah korban sementara mencapai 20 orang.
Kapolres Maros, AKBP Fajaruddin, melalui konferensi pers yang digelar pada Jumat (15/12/2023), mengungkapkan bahwa kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari beberapa orang tua santri yang curiga dengan perilaku anaknya. Setelah dilakukan pendalaman, terungkaplah praktik pencabulan yang dilakukan oleh oknum guru yang diketahui berstatus sebagai tenaga honorer di ponpes tersebut.
Modus operandi pelaku terbilang licik. Ia memanfaatkan kewenangannya sebagai guru untuk memanggil santriwati ke ruangan kantornya atau ke rumah pelaku dengan alasan menyetor hafalan di luar jadwal resmi. Di sanalah, pelaku diduga melancarkan aksi bejatnya. Para korban yang umumnya masih di bawah umur diduga mengalami trauma psikologis akibat perbuatan pelaku.
“Awalnya ada lima laporan polisi (LP) yang masuk. Setelah kami kembangkan, ternyata ada 20 korban,” ujar AKBP Fajaruddin. Pihaknya menegaskan akan mengusut tuntas kasus ini dan telah menetapkan AG sebagai tersangka. AG dijerat dengan Pasal 82 Ayat (1) Juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.
Saat ini, pelaku AG telah diamankan di Mapolres Maros untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Polisi juga bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Maros untuk memberikan pendampingan psikologis terhadap para korban dan keluarga mereka. Proses identifikasi korban lainnya juga masih terus berjalan, dan tidak menutup kemungkinan jumlah korban akan bertambah.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan, khususnya di lingkungan pondok pesantren yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman bagi para santri untuk menimba ilmu agama. Pihak berwenang dan pengelola ponpes diimbau untuk memperketat pengawasan dan seleksi terhadap tenaga pendidik guna mencegah kejadian serupa terulang kembali.