Urban Farming di Metro: Menghijaukan Kota dan Menghasilkan Pangan Sendiri

Di tengah keterbatasan lahan perkotaan, urban farming atau bercocok tanam di perkotaan telah menjadi tren yang semakin populer, termasuk di kota Metro, Lampung. Aktivitas ini bukan hanya sekadar hobi yang menyenangkan, tetapi juga bisa menjadi sumber pangan mandiri yang sehat, sekaligus memberikan kontribusi positif bagi lingkungan kota. Konsep ini membuktikan bahwa lahan sempit bukanlah penghalang untuk menciptakan ruang hijau yang produktif.

Salah satu daya tarik utama dari bercocok tanam di perkotaan adalah kemampuannya untuk mengubah lahan-lahan kosong atau area terbatas menjadi kebun mini yang produktif. Masyarakat Metro memanfaatkan berbagai media, mulai dari pot-pot kecil di balkon, vertikultur di dinding, hingga hydroponic system di pekarangan rumah. Sayuran daun seperti selada, kangkung, bayam, hingga bumbu dapur seperti cabai dan tomat, seringkali menjadi pilihan favorit karena perawatannya relatif mudah dan hasilnya cepat panen.

Bagi banyak warga Metro, urban farming dimulai sebagai hobi semata. Kesibukan merawat tanaman, melihat benih tumbuh menjadi bibit, hingga memanen hasil panen sendiri, memberikan kepuasan tersendiri dan menjadi terapi relaksasi di tengah rutinitas padat. Aktivitas ini juga mendorong interaksi positif antar tetangga, di mana mereka bisa berbagi bibit, tips berkebun, atau bahkan hasil panen. Ini menciptakan komunitas yang lebih erat dan saling mendukung.

Namun, lebih dari sekadar hobi, urban farming juga berpotensi menjadi sumber pangan yang signifikan bagi rumah tangga. Dengan menanam sendiri, masyarakat bisa mendapatkan sayuran dan buah-buahan segar yang bebas pestisida dan bahan kimia berbahaya. Ini tidak hanya menjamin kualitas dan keamanan pangan, tetapi juga dapat mengurangi pengeluaran belanja dapur secara substansial. Di tengah fluktuasi harga bahan pangan, kemandirian ini memberikan ketahanan pangan yang lebih baik.

Selain manfaat personal, urban farming juga membawa dampak positif bagi lingkungan perkotaan. Keberadaan tanaman hijau membantu meningkatkan kualitas udara, mengurangi efek panas perkotaan (urban heat island), dan menambah estetika kota. Ini juga mendorong praktik keberlanjutan, seperti pengolahan kompos dari limbah dapur atau penghematan air.

Pemerintah Kota Metro dan berbagai komunitas lokal mulai menyadari potensi urban farming ini. Berbagai pelatihan dan pendampingan sering diadakan untuk mendorong lebih banyak warga terlibat. Dengan demikian, kegiatan bercocok tanam di perkotaan tidak hanya akan terus tumbuh sebagai hobi, tetapi juga menjadi gerakan nyata untuk mewujudkan kota Metro yang lebih hijau, sehat, dan mandiri secara pangan.

journal.pafibungokab.org

learn.pafipemkotkerinci.org

news.pafipemkotpalopo.org